-->

Kehidupan Masa Lalu Dapat Memicu PTSD

Lifestyle
Photo credit: Ambrozinio/iStock/Thinkstock
Kehidupan Masa Lalu Dapat Memicu PTSD - Anak-anak dengan kenangan dari kehidupan masa lalu mungkin rentan terhadap gangguan post traumatic stress disorder (PTSD) atau stress pasca trauma.

Dr. Erlendur Haraldsson, seorang psikolog dari the University of Iceland, Reykjavik, yang telah meneliti kasus anak dengan kenangan kehidupan masa lalu, telah mendokumentasikan beberapa kasus di mana ingatan setelah koma atau sekarat, telah menyebabkan anak mengalami gejala gangguan stress pasca trauma.

Fenomena ini dianggap paling lazim dalam kasus di mana saat mereka berada dalam kondisi koma atau diambang kematian, dapat menyebabkan peristiwa traumatis, seperti dalam kasus seorang tentara yang tewas di medan perang atau korban dari kecelakaan pesawat, demikian seperti yang dilansir oleh Epoch Times.

Haraldsson menemukan bahwa, anak-anak dengan kenangan kehidupan masa lalu paling sering mengalami masalah perilaku, termasuk kesulitan berkonsentrasi, amarah, dan rasa takut yang intens dari situasi tertentu dimana mereka diduga tewas selama keberadaan mereka sebelumnya.

Dr Jim Tucker juga melaporkan temuan serupa dalam buku 'Return to Life: Extraordinary Cases of Children Who Remember Past Lives'.

"Dalam kasus-kasus di mana orang sebelumnya meninggal dalam kematian yang tidak wajar, lebih dari 35 persen dari anak-anak menunjukkan rasa takut intens mengenai cara kematiannya", tulisnya.

Apakah kasus ini benar-benar menunjukkan contoh anak-anak yang dapat mengingat bagaimana mereka sebelumnya meninggal tetap menjadi perdebatan seru dikalangan para ahli. Sementara dalam lingkungan sekolah, mereka mungkin mengalami masalah perilaku yang bisa jadi karena hipotesis reinkarnasi sedang diterapkan.

Namun karena gangguan psikologis yang ada, sebagian menentang jika kondisi ini karena gangguan yang disebabkan oleh kenangan kehidupan masa lalu. Hasil studi ini masih tetap menjadi kontroversial dan menimbulkan perdebatan yang mungkin akan panjang karena belum dapat dibuktikan seratus persen.

Tidak ada komentar